HUKUM DI INDONESIA



Sistem Hukum di dunia 

    Sistem Hukum di dunia ada 2 : 
  • Sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law System
  • Sistem hukum Anglo Saxon (Common Law System)

A. Sistem Hukum Eropa Kontinental ( Civil Law System) 

  1.  Sistem Hukum Eropa Kontinental 

      Dikutip Dari Jurnal Media Neliti Fajar Nurhardianto, Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law) adalah hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi. Karakteristik dasar ini dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah kepastian hukum. Kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan hukum manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum tertulis. Dengan tujuan hukum itu dan berdasarkan sistem hukum yang dianut, hakim tidak dapat leluasa menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum. Hakim hanya berfungsi menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas wewenangnya. Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara saja ( Doktrins Res Ajudicata) Karakteristik kedua pada sistem Civil Law tidak dapat dilepaskan dari ajaran pemisahan kekusaan yang mengilhami terjadinya Revolusi Perancis. Menurut Paul Scolten, bahwa maksud sesungguhnya pengorganisasian organ-organ negara Belanda adalah adanya pemisahan antara kekuasaan pembuatan undang-undang, kekuasaan peradilan, dan sistem kasasi adalah tidak dimungkinkannya kekuasaan yang satu mencampuri urusan kekuasaan lainnya. Penganut sistem Civil Law memberi keleluasaan yang besar bagi hakim untuk memutus perkara tanpa perlu meneladani putusan-putusan hakim terdahulu. Yang menjadi pegangan hakim adalah aturan yang dibuat oleh parlemen, yaitu undang-undang Karakteristik ketiga pada sistem hukum Civil Law adalah apa yang oleh Lawrence Friedman disebut sebagai digunakannya sistem Inkuisitorial dalam peradilan. Di dalam sistem itu, hakim mempunyai peranan yang besar dalam mengarahkan dan memutuskan perkara; hakim aktif dalam menemukan fakta dan cermat dalam menilai alat bukti. 

2. Sistem Peradilan Eropa kontinental (Civil law)

Menurut Shaq,Sh.,M.HUM (2016) Di dalam sistem peradilan Eropa Kontinental (Civil Law)  hakim di dalam melaksanakan tugasnya terikat oleh undang-undang (hukum tertulis). Oleh karena itu, kepastian hukumnya terjamin dengan melalui bentuk dan sifat tertulisnya undang-undang. Hakim tidak terikat terhadap putusan hakim sebelumnya, maksudnya hakim-hakim lain boleh mengikuti putusan hakim sebelumnya pada perkara yang sama, tetapi bukan suatu keharusan yang mengikat. dalam hal ini di Indonesia dapat dilihat dalam Pasal 1917 KUH Perdata yang berbunyi :

Kekuatan sesuatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak tidaklah lebih luas daripada sekadar mengenai soal putusannya.

Untuk dapat memajukan kekuatan itu, perlulah bahwa soal yang dituntut adalah sama; bahwa tuntutan didasarkan atas alasan yang sama; lagi pula dimajukan oleh dan terhadap pihak-pihak yang sama di dalam hubungannya yang sama pula.

Berdasarkan ketentuan di atas, jelaslah bahwa putusan pengadilan itu hanya mengikat para pihak dan tidak mengikat hakim lain. Kemudian sistem peradilan Eropa Kontinental tidak mengenai sistem juri. Tugas dan tanggung jawab hakim tersebut adalah memeriksa langsung materi perkaranya, menentukan bersalah tidaknya terdakwa atau pihak yang berperkara, dan selanjutnya menerapkan hukumnya. Hakim di sini bernalar dengan menggunakan metode penalaran deduktif, yaitu bernalar dari hal-hal yang bersifat umum, kemudian menarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus. Dengan demikian, hakim bernalar dari ketentuan yang umum untuk diterapkan pada kasus in-konkreto yang sedang diadili.

Contoh ketentuan umum dalam peraturan Indonesia adalah kata barang siapa, yang berarti siapa saja dan tentu saja berlaku secara umum bagi setiap subjek hukum. Dalam sistem peradilan Eropa Kontinental juga menggunakan metode sumsumtie dan metode silogisme.

  • Metode sumsumtie menurut Marwan Mas :
Suatu upaya memasukkan peristiwa ke dalam peraturannya yang banyak dilakukan dalam perkara pidana. Suatu peristiwa hukum dicarikan rumusan peraturan perundang-undangan yang dilanggar laksana mencocokkan sepatu dengan kaki pemakainya. Namun metode sumsumtie agak sulit diterapkan oleh hakim di Indonesia pada perkara perdata, akibat masih banyak peraturan hukum perdata yang tidak tertulis.
  • metode sillogisme 
yaitu suatu cara perumusan dari yang umum (preposisi mayor) kepada suatu keadaan yang khusus (preposisi minor), sehingga sampai kepada suatu kesimpulan (conklusi).

Contohnya : 
  • Preposisi Mayor ; Siapa saja karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun
  • Preposisi Minor  ; Si Ahmad karena salahnya menyebabkan matinya orang 
  • Conklusi             ;  Ahmad dihukum penjara selama-lamanya lima tahun

B. Sistem hukum Anglo Saxon (Common Law System)

1. Sistem hukum Anglo Saxon 

       Dikutip Dari Jurnal Media Neliti Fajar Nurhardianto, Sistem hukum Anglo-Saxon adalah “Anglo Amerika” atau Common Law”. Merupakan sistem hukum yang berasal dari Inggris yang kemudian menyebar ke Amerika Serikat dan negara- negara bekas jajahannya. Kata “Anglo Saxon” berasal dari nama bangsa yaitu bangsa Angel-Sakson yang pernah menyerang sekaligus menjajah Inggris yang kemudian ditaklukan oleh Hertog Normandia, William. William mempertahankan hukum kebiasaan masyarakat pribumi dengan memasukkannya juga unsur-unsur hukum yang berasal dari sistem hukum Eropa Kontinental.15 Nama Anglo-Saxon, sejak abad ke-8 lazim dipakai untuk menyebut penduduk Britania Raya, yakni bangsa Germania yang berasal dari suku-suku Anglia, Saks, dan Yut. Konon, pada tahun 400 M mereka menyeberang dari Jerman Timur dan Skandinavia Selatan untuk menaklukkan bangsa Kelt, lantas mendirikan 7 kerajaan kecil yang disebut Heptarchi. Mereka dinasranikan antara 596-655 M  
Sistem hukum anglo saxon merupakan suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurispudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem Hukum Anglo Saxon cenderung lebih mengutamakan hukum kebiasaan, hukum yang berjalan dinamis sejalan dengan dinamika masyarakat. Pembentukan hukum melalui lembaga peradilan dengan sistem jurisprudensi dianggap lebih baik
            Putusan hakim/pengadilan merupakan Sumber hukum dalam sistem hukum Anglo saxon. Dalam sistem hukum ini peranan yang diberikan kepada seorang hakim sangat luas. Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja. Hakim juga berperan besar dalam membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat . Hakim mempunyai wewenang yang sangat luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku. Selain itu, bisa menciptakan hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk menyelesaikan perkara sejenis. Sistem hukum ini menganut doktrin yang dikenal dengan nama ”the doctrine of precedent (Stare Decisis)”. Doktrin ini pada intinya menyatakan bahwa dalam memutuskan suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusannya pada prinsip hukum yang sudah ada dalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya (preseden).
 Dalam perkembangannya, sistem hukum ini mengenal pembagian hukum publik dan hukum privat. Hukum privat dalam sistem hukum ini lebih ditujukan pada kaidah-kaidah hukum tentang hak milik, hukum tentang orang, hukum perjanjian dan tentang perbuatan melawan hukum. Hukum publik mencakup peraturan- peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara. Sistem hukum ini mengandung kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya hukum anglo saxon yang tidak tertulis ini lebih memiliki sifat yang fleksibel dan sanggup menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan masyarakatnya karena hukum-hukum yang diberlakukan adalah hukum tidak tertulis (Common law). Kelemahannya, unsur kepastian hukum kurang terjamin dengan baik, karena dasar hukum untuk menyelesaikan perkara/masalah diambil dari hukum kebiasaan masyarakat/hukum adat yang tidak tertulis. 

2. Perbedaan  Sistem hukum Eropa Kontinental dengan Sistem hukum Anglo Saxon 

Beberapa perbedaan antara sistem hukum Eropa kontinental dengan sistem anglo saxon 
sebagai berikut : 
  1. Sistem hukum eropa kontinental mengenal sistem peradilan administrasi, sedang sistem hukum anglo saxon hanya mengenal satu peradilan untuk semua jenis perkara. 
  2.  Sistem hukum eropa kontinental menjadi modern karena pengkajian yang dilakukan oleh perguruan tinggi sedangkan sistem hukum anglo saxon dikembangkan melalui praktek prosedur hukum. 
  3.  Hukum menurut sistem hukum eropa kontinental adalah suatu sollen bulan sein sedang menurut sistem hukum anglo Saxon adalah kenyataan yang berlaku dan ditaati oleh masyarakat. 
  4. Penemuan kaidah dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan atau penyelesaian sengketa, jadi bersifat konsep atau abstrak menurut sistem hukum eropa kontinental sedang penemuan kaidah secara kongkrit langsung digunakan untuk penyelesaian perkara menurut sistem hukum anglo Saxon. 
  5. Pada sistem hukum Eropa kontinental tidak dibutuhkan lembaga untuk mengoreksi kaidah sedang pada sistem hukum anglo Saxon dibutuhkan suatu lembaga untuk mengoreksi, yaitu lembaga equaty. Lembaga ibi memberi kemungkinan untuk melakukan elaborasi terhadap kaidah-kaidah yang ada guna mengurangi ketegaran.
Refrensi :
Jurnal Media Neliti oleh Fajar Nurhardianto  
https://media.neliti.com/media/publications/132702-ID-sistem-hukum-dan-posisi-hukum-indonesia.pdf

shaq, SH., M.HUM. “ dSistem Hukum Dunia"
https://e-kampushukum.blogspot.com/2016/05/sistem-hukum-di-dunia.html

Komentar

  1. Penjelasaannya menjadi pengetahuan baru untuk memahami sistem-sistem hukum

    BalasHapus
  2. Mudah dipahami dan dapat menambah wawasan tentang hukum

    BalasHapus
  3. Bisa menambah wawasan hukum good job

    BalasHapus
  4. Sangat menambah wawasan tentang hukum

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MIND MAP

SUMBER HUKUM POSITIF DI INDONESIA